11 December 2024   |   (Jak Tv)

PDI-P Harus Belajar dari Kekalahan Pilkada Kota Pangkalpinang Tahun 2024

Share

PANGKALPINANG, 11 Desember 2024 - Pilkada 2024 di Pangkalpinang memberikan pelajaran penting bagi PDI-P, khususnya terkait penerimaan publik terhadap calon kepala daerah yang mereka usung. Kemenangan kotak kosong atas pasangan Maulan Aklil (Molen) dan Masagus Hakim menjadi sinyal jelas bahwa masyarakat menolak kepemimpinan Molen untuk periode selanjutnya.

Dosen ilmu politik Universitas Bangka Belitung, Ranto, menyarankan agar PDI-P mencari alternatif figur untuk Pilkada ulang 2025. Kekalahan Molen tidak hanya memalukan, tetapi juga mencerminkan betapa jauhnya ekspektasi publik dari apa yang ditawarkan partai. Ranto menegaskan, “Kemenangan kotak kosong adalah lonceng keras dari masyarakat yang menolak dipimpin kembali oleh Molen. Memaksakan mencalonkan dia adalah langkah yang sangat berisiko.”

Hal ini semakin diperburuk oleh pernyataan Ketua PDI-P Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, yang tetap menganggap Molen sebagai kader terbaik partai. Namun, fakta berbicara lain. Jika Molen adalah kader terbaik, mengapa ia bahkan gagal mengalahkan kotak kosong? Kekalahan signifikan ini, di mana Molen hanya meraih 41 persen suara sementara kotak kosong mendapatkan hampir 58 persen, adalah tamparan keras bagi klaim tersebut.

PDI-P seharusnya belajar dari pengalaman ini. Publik telah menyatakan ketidakpercayaannya terhadap Molen, bukan hanya sekali, tetapi dengan hasil yang sangat jelas. Tetap mencalonkan dia berarti mengabaikan aspirasi rakyat, langkah yang tidak hanya merusak citra partai tetapi juga memperkuat persepsi bahwa PDI-P tidak peka terhadap suara masyarakat.

Untuk membangun kembali kepercayaan publik, PDI-P harus berani mencari figur baru yang mampu merepresentasikan harapan rakyat. Nama-nama seperti Dessy Ayutrisna, anggota Fraksi PDI-P DPRD Pangkalpinang, yang disebut-sebut memiliki potensi untuk maju di Pilkada ulang, adalah contoh bahwa regenerasi kader partai adalah langkah yang jauh lebih strategis.

Sebagai partai besar yang mengklaim berakar kuat di tengah rakyat, PDI-P harus membuktikan bahwa mereka mendengar dan memahami aspirasi masyarakat. Jangan sampai mempertahankan kader yang telah ditolak rakyat justru menjadi titik jatuhnya simpati masyarakat terhadap partai.

Didit Srigusjaya menegaskan bahwa popularitas dan elektabilitas Molen masih dianggap baik di internal partai. Namun, fakta kekalahan telak melawan kotak kosong menunjukkan sebaliknya. Publik bukan hanya menolak Molen, tetapi juga mengirimkan pesan bahwa kinerja dan kepercayaan terhadap kepemimpinannya tidak lagi relevan.

Jika PDI-P tetap mencalonkan Molen di Pilkada 2025, partai ini berisiko kehilangan basis kepercayaan yang lebih luas. Pemaksaan pencalonan seperti ini akan menjadi preseden buruk, menunjukkan bahwa PDI-P lebih memilih melindungi kepentingan segelintir kader daripada mendengar kehendak masyarakat.

Ranto dengan bijak mengingatkan bahwa keputusan politik yang mengabaikan aspirasi rakyat akan membawa konsekuensi besar. Menurutnya, butuh waktu lima tahun atau lebih untuk memulihkan citra Molen di mata masyarakat. Artinya, mencalonkan dia dalam waktu dekat sama saja memaksakan kekalahan yang kedua kalinya.

Sebaliknya, regenerasi adalah langkah yang paling logis dan strategis. Dalam tubuh PDI-P, ada banyak kader muda dan potensial yang bisa diusung. Nama Dessy Ayutrisna, misalnya, muncul sebagai salah satu kandidat yang didukung internal partai. Jika partai mau membuka ruang bagi kader seperti Dessy, itu akan menunjukkan komitmen terhadap pembaruan dan keberanian untuk berubah demi rakyat.

PDI-P memiliki pilihan penting menjelang Pilkada ulang 2025, terus memaksakan calon yang sudah jelas ditolak rakyat atau memilih jalan pembaruan dengan mengusung figur baru yang lebih diterima publik.

Mempertahankan Molen berarti menutup mata terhadap realitas politik di lapangan. Ini bukan hanya soal loyalitas kepada kader lama, tetapi juga soal mempertaruhkan masa depan partai. Jika PDI-P benar-benar ingin memenangkan kembali hati rakyat, maka pilihan terbaik adalah bergerak maju dengan wajah baru yang merepresentasikan harapan dan aspirasi masyarakat Pangkalpinang.

Kemenangan bukan hanya soal popularitas atau elektabilitas di internal partai, tetapi sejauh mana calon yang diusung mampu menjawab kebutuhan rakyat. Jika PDI-P gagal memahami hal ini, maka Pilkada ulang 2025 hanya akan menjadi ulangan dari kekalahan memalukan sebelumnya.


Penulis :
Muhamad Zen Aktivis Muda Bangka Belitung,  jebolan UGM (Universitas Gunung Maras) Fakultas Ilmu Politik Perkeliruan. 

Zen juga sering menulis berbagai opini, sesekali tulisan kelahiran lubuk besar 12 Mei 1980 Alumni Universitas Gunung Maras ini juga berceloteh soal politik lokal dan kritik sosial.

Share